Kebanyakan orang yang bergulat pada asmara, mengatakan bahwa cinta datang tanpa alasan. Tapi pada umumnya cinta datang karna sudah terbiasa. Dengan kebiasaan sering bersama, akhirnya lahirlah cinta, lahirlah sebuah ikatan dan janji saling setia. Seperti kisah temanku ini, Tisa dan Vino. Mereka teman satu kelas aku, Tisa sering menceritakan perjalanannnya dengan Vino. ‘’awalnya aku nggak ada rasa cinta sama Vino, setelah terbiasa bersama ya tumbuhlah cinta sampai sekarang ini.’’ Ingin rasanya mempunyai pasangan yang bisa saling menjaga seperti mereka.
Nggak heran kalo mereka berdua bisa pacaran langgeng sampe setahun lebih. Banyak kecocokan dan keserasian dari mereka. Mulai dari percakapannya, tingkah laku mereka, hingga pengorbanan yang mereka lakukan. Mungkin bukan hanya aku yang merasa iri jika melihatnya. Bukan iri karna sirik, tapi rasanya pengen bisa pacaran kaya mereka.
Sayangnya aku selalu gagal dalam menjaga cinta. Entah siapa yang meninggalkan, aku selalu tumbang dalam perjalanan. Tapi sekarang aku bersyukur, dipertemukan dengan seseorang yang menurutku hampir sempurna. Aku berharap kisahku tak seperti yang sebelum-sebelumnya. Dan benar saja, aku senang mengisi harinya pun juga dengannya. Aku bahagia bisa saling berjuang untuk menjaga komitmen kita.
Namun Tuhan tak menyetujui kebahagiaan kita, maka Ia menghadiahi perpisahan.
Setelah itu aku kembali merawat luka, seperti biasanya. Tapi kali ini aku bakal susah lupa kalo tiap hari saja bertatap muka. Bagaimana tidak, kelas kita hanya barbatasan dengan diding. Beruntung punya teman-teman yang selalu memberi semangat, termasuk Tisa.
‘’aku kandas lagi Sa, tapi kali ini aku bener-bener ngerasa kehilangan.’’
‘’tenanglah, Bagas bakal nyesel udah bikin keputusan kaya gini. Jodoh nggak kemana nok.’’ Mungkin ada benarnya perkataan Tisa, aku harus tenang.
Kenapa harus berpisah sekarang, padahal masih banyak sekali planning yang belum terlaksana. Termasuk keinginan Bagas yg memintaku untuk menemani mendaki. Aku mulai tertarik dengan cerita saat dia berpetualang dengan alam. Aku memutuskan ikut, tapi nanti saat liburan sekolah. Biar aku persiapkan diri dulu.
Tapi semuanya sia-sia, saat hari itu tiba aku menggagalkan rencana awal. Aku tak mungkin melakukan perjalanan dengan orang yang bagiku sudah asing. Tapi teman-teman yang lain tetap berjuang. Bagas, Resa, Farhan akan merayakan anniversary Tisa dan Vino yang kedua di puncak Gunung Merbabu sana.
Sedangkan mereka berangkat, aku hanya menghujat diriku sendiri. Seharusnya aku disana, bersama mereka. Tapi ini kenyataan yang harus aku terima, Tuhan masih tak mengijinkan aku bahagia. Setidaknya dengan melihat landscape yang didapat dari atas sana sudah cukup menghibur. Apalagi melihat foto Tisa dan Vino, sampai kapanpun mereka tetap pasangan yang romantis…
Pasca sweet seventeen-nya Tisa semua berfikir, mau dikasih kado apa dia. Terutama Vino yang harus ngasih paling istimewa. Ternyata ia ngasih mukena sama boneka gede banget. Dia juga rela nggak tidur buat nyiapin surprice subuh-subuh kerumah Tisa. More than sweet..
Tak lama setelah kejutan istimewa itu, tiba-tiba badai datang menerpa. Pertengkaran dalam hubungan yang dibenci setiap orang kini dihadapi Tisa. Tak ada angin sebulum datangnya badai, semua terjadi tanpa sebab apapun. Vino mulai berubah, mungkin karena sedang bosan. Hal yang wajar pada sebuah hubungan.
Hari ini aku ditugaskan guru untuk mencari tugas di perpusatakaan. Saat aku tengah membicarakan Bagas dengan Gita teman sebangku ku, tiba-tiba Vino ikut bicara dengan nada lebih lembut dari biasanya. Dia mengejekku karna belum bisa move on, aku jawab saja sudah.
‘’emang sama siapa?’’ Tanya Vino begitu penasaran.
‘’move on nggak harus sama orang kali, selama kita udah mampu tanpa dia dan mampu melupakan itu namanya juga move on.’’ Aku menjawab dengan nada sedikit kesal.
‘’oh gitu, terus kenapa kalo udah bisa ngelupain nggak cari yang lain?’’
‘’capek. Kalo akhirnya cuma mau putus aja ngapain juga pacaran.’’ Kepo banget nih orang.
‘’bener juga ya, kalo besok akhirnya dapet jodoh ngapain cari pacar.’’
‘’jangan gitu, kamu punya pacar yang harus dijagain Vin.’’
‘’bakal aku jaga sebisaku, kalo udah nggak bisa kan semua bakal indah pada waktunya..”
Aku nggak ngerti tiba-tiba Vino ikut bicara seperti gitu, tatapan matanya juga berbeda. Ah paling cuma iseng dia, sampe situ saja aku berfikir.
Didalam pertengkaran mereka, aku mencoba jadi penengah. Mengembalikan keadaan seperti semula. Aku berusaha menguatkan Tisa setiap harinya. Tapi sudah lebih dari seminggu mereka saling tak memberi kabar. Ini sudah tidak bisa dianggap wajar.
‘’aku harus gimana nok, aku nggak rela kalo perjuanganku selama dua tahun berakhir kaya gini.’’ Tisa bicara dengan wajah memelas, matanya sudah berkaca-kaca siap menumpahkan airnya.
‘’semua belum terlambat untuk diperbaiki, lebih sabar Sa. Mungkin Vino butuh waktu buat kembalikan rasa.’’ Aku berusaha menenangkan hatinya.
Hingga tiba pada hari yang tak pernah diinginkan, dimana Vino menginginkan berpisah. Keputusan itu membuat hati Tisa lebih hancur dari rumah korban tsunami sekalipun. Aku bisa merasakan itu.
Sebuah perpisahan tak akan serumit ini bila perjalanan yang ditempuh belum terlalu jauh.
Mereka pasangan paling cocok, mereka pasangan terbaik. Lelaki memang begitu ya, setelah merasa bosan suka seenaknya saja bertindak. Tapi kenapa perpisahan selalu menghancurkan semua mimpi? Tak pernah kutemukan jawaban. yang lama pacaran saja bisa putus, apalagi yang baru beberapa bulan. Aku hanya bisa menarik nafas dan kembali menghembuskan.
Setelah kesendirian menemani Tisa, dia mencoba bangkit dan membesarkan hatinya. Bukankah setiap masalah pasti ada hikmahnya? Aku pun mempercayai itu.Tapi sebagai perempuan, tak bisa lepas dari sifat kepo-nya. Kita masih mencari apa yang menyebabkan Vino berubah.
Aku mencoba membantu Tisa dengan mengintrogasi salah satu teman dekat Vino.
Aku mengatur strategi dan bertanya segala rupa sampai menemukan penyebabnya. Cukup sulit saat melakukan aksi tersebut, aku langsung menghubungi Tisa.
‘’aku nggak tau urusannya Vino apalagi tau dia deket sama orang lain. Dia bilangnya gitu Sa.’’
‘’tukan nggak mau ngaku, aku pasrah deh.. tapi aku mau tanya apa kemarin Vino sms kamu?’’
‘’iya tapi cuma minta nomer aja, terus aku ejekin kalo dia galau waktu muncak kemarin.’’
‘’berarti kalian smsan banyak dong?’’
‘’cuma dikit kok, santai nok aku nggak bakal ngapa-ngapa.’’
‘’iya sory sempet curiga, kan bisa aja Vino suka sama kamu…”
‘’kamu tu ngomong apa sih, ngawur aja..” duh ngajak bercanda nih anak.
‘’ini beneran Vino suka kamu tapi kamu nggak suka, udah aku nggak papa kok..’’
Apa maksutnya dia bilang kaya gini? Kalo bercanda nggak mungkin seserius ini. Ah mungkin itu anggapan Tisa saja.
‘’aku nggak mudeng sama yang kamu omongin sumpah.’’
‘’udah intinya Vino punya rasa sama kamu, kalo dia ndeketin tolong hargai ya…”
JEGERR!!!
Masih dengan mulut menganga, aku tak mampu berkata. Apa yang dibicarakan Tisa sama sekali tak pernah terfikir olehku. Jelas-jelas itu hal yang nggak mungkin terjadi. Pasti dia salah informasi, tapi…. Aku teringat satu hal. Apakah yang dibilang Tisa dengan sikap Vino yang aneh bebrapa waktu lalu itu berhubungan? Aku harap tidak.
Keesokan harinya aku tetap berangkat sekolah. Tapi lain dari biasanya, kali ini aku merasa bersalah pada Tisa yang kulihat matanya sembab sekali. Pasti dia tak bisa menahan air matanya keluar semalaman. Aku tau dia sakit hati pada Vino, tapi kali ini ada kaitannya denganku. Siapapun wanita yang sudah menggantikan prioritas Tisa, aku akan ikut benci padanya. Tapi sekarang, apakah aku harus membenci diriku sendiri?
Rasanya ingin sekali terjun dari awak kapal pesiar, lalu meluncur sampai dasar dan mendapati kepalaku terbentur karang sampai ingatanku hilang. Melupakan segala keadaan yang membuatku tak nyaman , tentu bukan hal mudah. Karna kini aku berada di tengah-tengah mereka yang bertikai.
Tak ada yang bisa dipersalahkan pada hal ini, semua terjadi diluar kehendak hati. Inilah perasaan, sering kali datang pada waktu dan tempat yang salah. Tempat yang seharusnya kita sebut persahabatan, berubah menjadi rasa yang lebih dalam. Kesalahan rasa tersebut akan datang sewaktu-waktu, namun kembali pada kita bagaimana harusnya menyikapi..
»» READMORE...